Rindu Menuju Lupa

Share On Facebook Share On Twitter Share On Google+




Bunyinya berdenting sembilan kali
Namun jarum jam itu seolah mengusir jauh rasa kantuk ku yang sejak sore tadi tak henti menyetubuhi mata
Lagi-lagi, kenangan masih saja jahat
Memapah ayu mu menuju ingatanku, terbungkus rapi diantara perihnya senyum, tepat di depan mataku
Sementara mengitari kepala, hingga akhirnya memenuhi dada
Menerjemahkan dengan lugas tentang arti pelukan yang pernah
kau berikan, dulu...

Dibasahi ludah pahitku, tertelan, lalu mengekal
Didadaku lah kini engkau berdiam
Tak hendak pergi, apalagi berlari
Menunggu waktu yang tepat untuk menua, atau hanya sekedar menunggu tumbuhnya uban di legam rambutmu yang pernah mengisi sela-sela jemariku

Sendiriku adalah bahasa bisu yang hanya mampu dipahami oleh kemustahilan
Sajak ku adalah prakata diam dengan tinta yang telah kering menguning, hening...
Hanya bertuliskan namamu dan beberapa tanda baca yang telah terkelupas, ganas...

Bersembunyi diantara pelangi esok hari
Mungkin disana akan tersedia tempat yang teduh untuk jiwa yang sedang rapuh
Dibenalui rindu yang pandai menipu, selalu mendatangi saat-saat sendiri
Itulah, rindu dan kesendirian adalah satu senyawa bodoh yang mematikan
Merahasiakan tangis namun mengkhianati senyum
Menyembunyikan airmata tapi membohongi tawa
Tengoklah tawa dan senyum yang telah lebur terkhianati, warna nya memucat pada ketabahan yang berkarat

Padahal, pada nirwana sana seharusnya dia berpulang
Bertemu pandang untuk pertemuan yang diharapkan
Menghangatkan gigil pagi untuk meramaikan sepi
Entah pada lapisan keberapa dia berada, pada jejak anggun mu sajak ku mengiba

Akan ada masa dimana aku berhenti mengingatmu
Menunggu ihklas, pasrah, lalu menyerah
Sehingga tak perlu lagi aku susah payah menuliskanmu dengan huruf besar dan kecil
Ketika rentang usiaku sudah mulai pintar menuju lupa...






Jangan Lupa Juga Berkunjung Disini>>>
Share Artikel Ke :
Facebook Twitter Google+

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda.