Biarkan Tuhan Saja Yang Terlibat

Share On Facebook Share On Twitter Share On Google+


Satu hari dengan pagi yang tak berjudul, aku tak ingin berkhianat atas sajak yang akan kutulis.
Seperti keindahan, yang hidup atas paru-paru namamu.

Kuawali dari jelitamu, yang kuangankan mimbar bagi segala jenis kekaguman.
Nyalang matamu ialah terik, mengamini doa untuk mengawali segala kehidupan.
Rambutmu ribuan serat tanpa ruas.
Pantulan sinar rembulan imitasi, anak panah menuju pulang yang kupercayai.
Hembus napasmu, kehangatan yang setia memeluk daun telingaku;
yang merupakan keranjang, buah-buah ranum yang jatuh dari bibirmu. 
Keningmu, tenang permukaan telaga.
Melayarkan mimpi bibirku yang sekoci, menuju pulau sunyi yang tak memiliki pagi.
Bulu matamu atap dari istana yang megah, sandaran tubuh untuk berteduh, dari terik hingga hujan yang dijatuhkan semesta. 
Kedipanmu hening damai tanpa suara, santun langkah kaki jenjang bidadari yang mengitari purnama.
Bibirmu debar debur laut, pembasuh paling riang, penerbang sukma menuju temaram surga.

Lalu aku mengingat pelukmu; hangat muara jutaan cuaca, yang tak cukup kutulis dengan majas apa saja.
Bahkan pundakmu, bantal terbaik untuk kepalaku.
Padang pasir yang tak punya akhir dijelajah musafir 
Sidik jarimu adalah arsiran acak di atas debu. Kujaga serupa kain beledu, rebah lembut damai kulit pipiku.
Lenganmu samudera yang membentang.
Tempat segala anak-anak rindu terdampar, penenggelam paling tenang, untukku yang tak pandai akan renang. 
Jemarimu runcing belati berkuku ungu, mengerat pergelanganku yang kaktus berdarah salju.

Kini, labirin-labirin hatiku, telah ramai menanti damai.
Kemarilah, bingkiskan sekotak pelukan berpita merah muda.
Jika kau mempercayai kisah ini, akan kusiapkan seluruh hangat yang kumiliki.
Semoga saja, Tuhan melibatkan kita pada takdir yang sama. Jangan Lupa Juga Berkunjung Disini>>>
Share Artikel Ke :
Facebook Twitter Google+

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda.