Berhenti Memahami

Share On Facebook Share On Twitter Share On Google+
Ingin mengetahui kabarmu, tapi takut membuatmu terganggu dengan peduliku. Ingin bercerita padamu, tapi takut membuatmu lelah mendengar ocehanku. Ingin sekedar menyapamu, tapi takut membuatmu terpaksa membalas pesanku. Ini bukan tentang aku yang tidak merindukanmu, tapi tentang aku yang kesulitan memberi label untuk aku dan kamu. Juga tentang aku yang belajar untuk tidak menumbuhkan rasa sayang.

Ini bukan tentang gengsi yang terlalu tinggi, tapi tentang aku yang menjaga hati. Karena jikalau iya kamu menepis perasaanku, itu akan membuatku sangat sakit hati dan terus menyalahkan diri sendiri. Makanya aku lebih senang diam dan bersabar, meski hati menginginkan kamu ada di sini–mudah dijangkau olehku.

Sungguh, ini bukan tentang aku yang tidak pernah berusaha mencarimu. Tapi ini tentang kamu yang tidak cukup mampu membuatku yakin; bahwa aku boleh mencarimu kapanpun aku mau. 

Maka biarkanlah, mungkin memang sudah seharusnya begitu.
“Sudah bukan aku lagi yang akan mengisi hari-harimu.”
Entah kenapa, aku tak tertarik untuk memperbaiki.

“Sekarang aku hanya akan mencintai seseorang yang mengaku mencintai apa yang tidak aku miliki, tetapi dia tetap bersuka-cita untuk mengisi ketiadaan itu.” Dan menurutku, itu bukan pilihan yang buruk. Maka seperti itu pula konsep pertemuan; orang-orang yang sepatutnya bertemu, akan
dipertemukan dalam kondisi apapun juga. Aku hanya butuh lebih jeli menemukannya diantara ribuan paras, pasti diantaranya ada perempuan itu, perempuan yang tidak terlalu bersua dengan komestik yang berlabel mahal, tampil apa adanya dengan kerudung sederhana namun sarat dengan keanggunan dan aku yakin bahkan sangat yakin itulah perempuan tercantik dunia akherat bukan perempuan cantik yang di perbudak oleh iklan-iklan televisi. Perempuan cantik itu yang tak pernah takut dengan keadaan karena baginya keadaan adalah keimanan, perempuan yang mirip sifat Fatimah Az-Zahra putri tercinta Rasulullah Muhammad SAW.

Suatu hari nanti, kau akan merenungi hal yang belum sempat kau selesaikan dan kau butuh dia–untuk membagi segalanya, seperti dulu. Jiwamu hampa dan kau rindu dia.

Lalu, kau ingat dia, tempat biasa kalian berjumpa, leluconnya yang membuat matamu berair, obrolan yang mengundang kehangatan yang menjalar hingga ke ulu hatimu. Dia menyayangimu, tapi kau baru menyadari sekarang. Karena bisa jadi, di hidupmu–hanya dia satu-satunya yang sanggup memahamimu.


Tetapi sayangnya dia sudah benar-benar melepaskanmu, di hatinya bukan lagi kamu dan tak lagi ada kata kita yang sering sekali ia bahasakan. Kemarin dulu dia sangat berusaha keras mencintaimu bahkan ia habiskan setiap hari,setiap bulan, setiap tahun waktunya untuk memahamimu namun kau menolak untuk dipahami. Maka seandainya hari itu ada maka belajarlah berusaha bahagia tanpanya karena mungkin di hari itu ia sudah sangat berbahagia dengan tuhan dan kekasih halalnya. 

Tamat...





Jangan Lupa Juga Berkunjung Disini>>>
Share Artikel Ke :
Facebook Twitter Google+

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda.