Pliss!! Smile For Me

Share On Facebook Share On Twitter Share On Google+
Ini mungkin tidak bisa disebut perjalanan. Tidak ada tiket pulang yang kurencanakan. Ini juga bukanlah pelarian, sebab sejauh apapun kita, satuan jarak yang kutahu hanya detak.



Aku lebih suka menyebutnya memenangkan nalar. Setelah pertikaian tak berujung, hati dan kepala. Berpangkal dari kecerobohanku, jatuh pada cinta yang salah.

Hanya saja -seperti yang pernah kuminta- sebentar bertemu sebelum apapun itu menarikku jauh. Sebentar untuk sekadar tahu, seperti apa aroma kopi kesukaanmu. Sebentar sebelum selamanya, menjadi tiket satusatunya yang kupunya.

Hanya saja -seperti yang pernah kaukatakan- sebaiknya sebentar pun tak perlu kita sebutsebut. Sebab menjadi asing sudahlah cukup.

tahun kelima,
dari yang sering kita sebut takdir bertemu, lalu selanjutnya hari-hari diisi kesibukan menyalahkan waktu, memaki hujan atau membahas kata-kata pada janji-janji yang kian ambigu

Lalu menunggu saat kita biarkan takdir sebagai alasan. Seharusnya tak ada yang salah dari sebuah kekeliruan di benak kita. Karena mungkin takdir lebih suka menjadikan tuhan sebagai sebab mencari-cari siapa malaikatnya yang tak bijak melukis garis tangan sambil memikirkan hal=hal lain yang lebih masuk akal

Sebagai takdir; tahun ini mari kita sepakat, tak lagi ada garis kembar di tangan kita lalu biarkan hati sepakat, tidak ada kita

Maka jika ini pamit, adalah sekaligus caraku memadamkan api. Caraku menjinakkan keliaran hati. Caraku memahami, aku makin mahir saja menarik diri.

Di kepalaku, rindu dan akal sehat adu argumen setahun ini, tak ada yang menengahi, hingga telingaku tuli.

aku tidak mengenal nama-nama yang sering kau ceritakan seperti juga aku tidak terlalu mengenalmu tapi bagiku, kau adalah kesenangan dan alasan melupakan larangan ibu: jangan bicara dengan orang asing! katanya dulu

ah! ibu…
ia tak tahu, kita tak saling bicara hanya tiba-tiba saja jatuh cinta. bahasa ibu, kata-kata baku, tiba-tiba begitu asing menarikannya di atas kertas, dinding, lantai keramik dingin. aku harus butuh beberapa detik mengernyitkan kening berkali mengambang –tak juga paham tetapi ada logika, kanan kiri sebagian menyebutnya permainan imaji dan pada akhirnya, aku cukup menempatkan diriku dengan baik, mengambil peran sebagai bukan siapa-siapa hanya untuk melihatmu tak lagi sendirian karena aku ingin melihatmu lagi tersenyum seperti senyuman yang termanis pertama kali aku lihat, dan senyuman itu mampu menjinakkan hatiku yang liar. 

Aku ingin melihat senyum manis itu sekali lagi sebagai pertanda kau sudah berbahagia.




Sumber: http://bloging-wahyu.blogspot.com


Jangan Lupa Juga Berkunjung Disini>>>
Share Artikel Ke :
Facebook Twitter Google+

0 komentar:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungan anda.